Ini Sejarah Kerajaan Singapura Jadi Situs Lawang Gede 

1026
Jabar (Bumi1.com) Sejarah Situs Lawang Gede berada di Desa Mertasinga Kecamatan Gunung Jati Cirebon, dan situs ini masuk cagak seni budaya di wilayah Cirebon Jawa Barat, Selasa (01/05/2023).
 
Situs Lawang Gede sendri berdiri sejak tahun 1215 masehi dan diresmikan oleh Sultan Sepuh XIII H. Maulana Pakuningrat pada tanggal 08 September 2004, pada saat itu masih masuk Kecamatan Cirebon Utara.
 
Sesepuh Lawang Gede Supandi saat ditemui di kediamannya kepada Bumi1.com mengatakan sejarah adanya Lawang Gede ini dahulunya itu Kerajaan Singapura. Yaitu sebuah kerajaan kecil dibawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran.
 
“Dari Kerajaan Singapura ini memiliki anak perempuan yang namanya Nyimas Subanglarang. Kemudian Nyimas Subanglarang mondok di Pesantren daerah Karawang di Syeh Puro.
 
Dalam Pesantren itu pada saat itu masuk wilayah Pajajaran, jadi menurut keyakinan Raja Pajajaran adalah menganut agama Budha Hindu. Bahkan di wilayahnya beliau saat itu ada agama baru.
 
“Yaitu agama Islam ada pesantren di daerah Karawang yang dipimpin oleh Syeh Puro. Maka pada saat itu pula Syeh Puro itu didatangi karena berlainan Agama, “Kata Supandi dalam paparannya pada Senin (30/04).
 
Lanjut Supandi, cuman pada waktu itu rencananya mau dimusnahkanlah, jangan ada agama baru menurut  Raja Pajajaran. Namun pada waktu itu Syeh Puro tetap mempertahankan agamanya, maka pada saat itulah mau dibunuh. 
 
Setelah mau dibunuh itu. Tiba-tiba muridnya yang dari Kerajaan Singapura atau yang sekarang ada situs Lawang Gede ini yang namanya Subanglarang menangis. Setelah menangis dari Prabu Siliwangi Pajajaran akhirnya melihat Putri yang cantik akhirnya dihurungkan untuk membunuhnya.
 
Sehingga berubah pikiran sang Raja Pajajaran, dengan catatan putrinya untuk saya sang Raja dan dinikahinya. Lalu diserahkan ke sang Raja untuk menjadi putri Pajajaran.
 
“Dari pernikahan itu keduanya mempunyai anak tiga, pertama Pangeran Walang Sungsang, Kedua Nyimas Ratu Laras Santang dan ketiga  Raden Kiyansantang, “Jelasnya.
 
Selanjutnya Pangeran Walang Sungsang karena ingin ajaran dari ibunya dan ibunya itukan agamanya Islam, makanya beliau karna berlainan agama dari orangtuanya keluar dari Keraton.
 
Padahal yang namanya pangeran Walang Sungsang ini seorang putra mahkota. Dan beliau itu nanti pengganti dari Prabu Siliwangi atau Raja Pajajaran.
 
Karena pangeran Walang Sungsang ini tidak mencari tahta, jabatan, kedudukan dan kekayaan. Maka ditinggalkanlah Keraton Pajajaran keluar menuju ke wilayah Timur.
 
Yang pada saat itu belum namanya Cirebon, yaitu masih di daerah Gunung Cangak dan disitu bertemu dengan seorang Sangyang yang masih menganut Budha Hindu tetapi Raden Walang Sungsang ini diberi petunjuk supaya ke Gunung Amparan menemui Syeh Datul Khafi untuk belajar agama Islam, “Ujarnya.
 
Berdirinya situs Lawang Gede ini pada tahun 1215. Dahulunya itu Kerajaan kecil setelah pangeran Walang Sungsang masuk ke Cirebon dan membuat rumah. Yang namanya rumah Witana artinya awit-awit anak ing dalem Cirebon. 
 
Karena pertama kali ada rumah ditanah Cirebon ini yaitu rumahnya Pangeran Walang Sungsang di daerah Keraton Kanoman. Maka dari itu setiap 1 Suro dibacakan babat tanah Cirebon.
 
Dikarnakan yang babat tanah Cirebon itu adalah Pangeran Walang Sungsang atau Pangeran Cakra Buana atau sering disebut juga dengan Embah Kuwu Cirebon.
 
“Setelah bikin rumah Witana, karena ada  perkembangan kemudian baru bikin Keraton, yang disebut dengan Keraton Pakuwati yang berada di dalam agung atau disebelah timur sampingnya Keraton Kasepuhan Cirebon.
 
Dan Embah Kuwu atau Pangeran Walang Sungsang itu menikah dengan anaknya Sangyang Darwasi yang namanya Nyimas Ratu Endang Gelis. Kemudian memiliki dua anak pertama Ratu Pakuwati dan kedua Pangeran Carbon.
 
Pada waktu itu Lawang Gede bangunannya memang sudah terbangun dari bata, cuman jaman dulu itu tidak pake adukan yang disebut kutokosot. Jadi hanya dikosot-kosot saja.
 
“Pada jaman dahulu itu yang namanya kerajaan kecil itu pemerintahan kecillah, ibaratnya kalau Kerajaan Pajajaran ini ibu kotanya. Kalau disini Kabupatennya tempat mengumpulkan masyarakat dan  menyampaikan sebuah berita dari pusat kepada masyarakat.
 
Untuk situs peninggalan kerajaan Singapura itu hanya adanya cuma pintu terbuat dari kayu jati. Karena sudah ditinggalkan sama anak cucunya, dan sampai sekarang pintu yang terbuat dari kayu jati itu disebut dengan Lawang Gede, “Terangnya.
 
Sementara untuk situs ini sudah ada sekitar tahun 1776 masehi setelah wafatnya Sultan Mentang Aji yang ada di Keraton Kasepuhan Cirebon dan kemudian ini di bangun kembali oleh adenya Sultan Mentang Aji.
 
Karena pada saat itu Kasultanan Kasepuhan Cirebon ini dipimpin oleh Sultan Mentang Aji pada saat ada Belanda dan ada diantaranya keluarga istrinya dari Mentang Aji bergabung dengan Belanda untuk membunuh Sultan Mentang Aji.
 
Adiknya itu namanya Pangeran Arya Penengah Surya Kusuma Ahmuhayat dengan gelar Pangeran Surya Negara. Kemudian keluar dari kasepuhan menuju ke utara, karna disini ada peninggalan Eyang Yuyutnya dan yang masih utuh ini pintunya.
 
Maka diberikanlah pintunya ini dan mau dibangun kembali oleh Pangeran Surya Negara, cuma pada saat itu Belanda datang untuk kerjasama. Akhirnya keluar dari sini dan ditinggal menuju kelemah tambak. Lalu dari lemah tambak menuju ke Jatibarang yang sekarang disebut Bulak, “Paparannya. (Erwan)